Beton pracetak (precast) adalah suatu metode percetakan komponen beton secara mekanisasi dalam pabrik atau workshop, dengan memberi waktu pengerasan dan mendapatkan kekuatan sebelum dipasang. Karena proses pengecorannya di tempat khusus, maka mutunya dapat terjaga dengan baik.
Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970-an.
Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi, seperti Sistem Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka (1999) dan Sistem T-Cap (2000).
Industri konstruksi semakin bergairah dengan adanya produk beton pracetak yang dapat dipasang cepat dan kualitasnya sangat baik. Tidak hanya dari sisi strukturnya, tetapi juga dari sisi arsitekturnya. Yang perlu dipertimbangkan dari sistem beton pracetak ini, antara lain ketahanan terhadap cuaca, kebocoran, presisi yang tinggi, detail komponen yang benar, juga detail sambungan dengan bangunan utamanya, bagaimana mengantisipasi deformasi bangunan yang timbul ketika ada gempa, dan lain-lain tanpa mengalami degradasi kinerja.
Selain memiliki kelebihan, sistem ini juga memiliki kekurangan, antara lain sistem pracetak memerlukan analisa yang lebih rumit dibandingkan dengan sistem cetak di tempat (cast in situ), harus memperhitungkan sistem sambungan, pertemuan tulangan, mempertimbangkan lokasi pembuatan, sistem pengangkutan (transportasi), serta sistem instalasi (ereksi).
Beton pracetak akan memperoleh nilai ekonomis, jika jumlah bentuk typical-nya mencapai angka minimum tertentu. Bentuk typical yang dimaksud adalah bentuk-bentuk yang repetitif dalam jumlah besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar